Ringkasan Fiqh Puasa Ramadhan

 

 


بِسْــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

A.      Pengertian  Puasa & Ramadhan

Puasa dalam bahasa Arab adalah  الَصَوْمُ  atau  الصِيَامُ  berasal dari kata صَامَ – يَصُوْمُ – صِيَامًا،صَوْمًا bermakna :  اِمْسَاكْ  yang artinya “Menahan (menahan diri dari segala bentuk perbuatan maksiyat)”.

Adapun menurut istilah, puasa adalah “Menahan diri dari syahwat perut (makan dan minum), syahwat kelamin (bersetubuh bagi suami/istri) dan dari segala apa yang membatalkan puasa mulai terbitnya fajar shodiq sampai terbenam matahari disertai dengan niat untuk berpuasa.”

 

Sedangkan kata Ramadhan secara harfiyah artinya “membakar dan mengasah”.

Makna membakar artinya bahwa dengan menjalankan puasa dan amaliyah Romadhon, maka dosa seorang muslim akan dibakar (dihapus) oleh Allah sehingga kembali kepada fitrah atau kesuciannya laksana bayi yang baru lahir dari rahim ibunya, yakni dalam keadaan tidak berdosa.

Makna mengasah adalah mengasah jiwa, sehingga seorang  yang berpuasa akan memiliki ketajaman jiwa sehingga jiwanya menjadi kaya dan tidak didominasi lagi oleh sifat sombong dan sifat-sifat buruk lainnya.

 

B.     Hakikat Puasa

Hakikat puasa adalah tidak hanya sekedar menahan diri dari makan, minum, dan bersetubuh di siang hari, namun harus mampu menahan diri dari segala hawa nafsu. Tidak sekedar menahan dari hal yang membatalkan puasa, namun harus mampu menahan dari hal yang merusak pahala puasa.

Ada hadits Rasulullah SAW yang  mensinyalir bahwa banyak diantara umat Islam yang tidak mendapatkan apa pun dari puasa yang dijalaninya, kecuali hanya lapar dan haus saja.  

قَالَ النَبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إلاَّ اْلجُوْعُ وَاْلعَطَسُ  

(رواه النَّسَائِيُّ وَابْنُ مَاجَهُ مِنْ حَدِيْثٍ أَبِيْ هُرَيْرَةَ)

"Nabi saw bersabda : Banyak sekali orang-orang yang berpuasa namun dia tidak mendapat apa-apa dari puasanya kecuali lapar dan dahaga”.. (H.R. An-Nasa'i dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah)

 

C.    Tujuan Disyari’atkannya Puasa

            Tujuan utama dari puasa adalah memantapkan keimanan kepada Allah Swt sehingga keimanan itu menjelma menjadi ketaqwaan. Ini dikemukakan Allah dalam firman-Nya :

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْاكُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa (QS 2:183).

           

D. Hukum Ibadah Puasa Ramadhan

    Hukum dari ibadah puasa di bulan Ramadahan adalah Wajib (Q.S. Al-Baqarah ayat 183 – 184)

    Syari'at puasa bagi kaum muslimin diperintahkan Allah pada tahun ke-2 Hijrah tepatnya pada tanggal 30 sya’ban sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas dari sanad Abu Said al-Khudry :

“ Diturunkannya kewajiban puasa di bulan Ramadhan setelah dipalingkannya arah Ka’bah pada akhir bulan Sya’ban di bulan ke-18 (tahun ke-2) hijrahnya Rasulullah saw”.

 

E.  Rukun  Puasa

Rukun dalam berpuasa harus dilaksanakan. Kalau tidak dilaksanakan, maka tidak sah puasanya. Ada 2 (dua) rukun dalam berpuasa, yaitu :

1.      Niat,  Sabda rasulullah saw :

"sesungguhnya setiap amalan itu tergantung kepada niat" (HR. al-Bukhari, Muslim)

2.      Menahan diri dari segala hal yang membatalkan puasa sejak terbit fajar shodiq sampai terbenam matahari.  Firman Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 187 :

" Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dan benang hitam yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai datang malam …..

 

  

F. Syarat-syarat Wajib Puasa,

Ibadah puasa diwajibkan bagi muslim yang memiliki syarat sebagai berikut :

1.  Islam, maka tidak wajib bagi ada orang kafir untuk berpuasa

2.   Baligh dan berakal, maka tidak wajib puasa bagi anak-anak, atau orang gila, atau orang yang hilang ingatan ( mabuk, pingsan sepanjang hari ). Meskipun anak-anak tidak wajib puasa, namun orang tua harus menyuruh berpuasa semampunya agar mereka menjadi terbiasa.

3. Sehat dan bermuqim, maka bagi orang sakit (sakit berat) dan musafir (orang yang sedang dalam perjalanan) tidak wajib puasa, artinya boleh berbuka, tapi harus qodho di hari lain di luar Ramadhan.

4.  Tidak mempunyai halangan syar’i seperti haidh dan nifas bagi perempuan, maka wanita yang haidh dan nifas tidak wajib berpuasa sampai mereka kembali dalam keadaan suci, artinya jika sudah suci maka mereka wajib berpuasa kembali. Dan mereka wajib mengqodho puasa yang ditinggalkannya itu di hari lain di luar Ramadhan.

 

G. Pembatal-pembatal Puasa

a.  Hal-hal  yang  Membatalkan  Puasa dan Wajib Qodho

1.   Makan dan minum dengan sengaja, atau masuknya suatu benda ke jaringan otak seperti obat, dll yang dimasukkan melalui hidung dengan sengaja.  Namun jika karena lupa atau terpaksa atau karena dia seorang yang jahil / bodoh atau ma’dzur (orang yang udzur), maka tidak batal puasanya.

2.  Muntah dengan sengaja, namun jika muntahnya tidak disengaja maka tidak batal puasanya

3.  Haid dan nifas

4. Istimna’ ; yaitu berusaha mengeluarkan air mani atau sperma dengan cara onani atau masturbasi, baik dengan tangannya sendiri atau dengan tangan orang lain dengan alat atau tidak, atau jika keluarnya sperma karena berciuman atau berpelukan, maka batal puasanya.  

5. Meniatkan untuk berbuka puasa, walaupun tidak melakukan suatu perbuatan yang membatalkan puasa. Hal ini disebabkan karena niat merupakan salah satu rukun puasa.


b. Hal-hal  yang  Membatalkan Puasa dan Wajib Qodho dan Kifarat

Menurut jumhur ulama, tindakan yang membatalkan puasa dan karenanya wajib Qodho dan Kifarat adalah hanya bersenggama suami/istri di siang hari, tidak ada yang lain. 

Yang dimaksud kifarat di sini adalah membayar pelanggaran yang telah dilakukan dengan memerdekakan seorang budak, atau berpuasa selama dua bulan berturut-turut, atau memberi makan 60 orang miskin, sebagaimana hadits riwayat Imam Muslim. 


    c. Golongan yang membolehkan tidak berpuasa namun wajib menggantinya dengan Fidyah

Fidyah yang dikeluarkan sebesar 1 mud (0,6 kg) atau lebih dari makanan pokok setiap hari dari puasa yang ditinggalkan. Hal ini berlaku bagi :

1. Orang yang tidak mampu berpuasa karena usia (lansia)

2. Orang yang sakit menahun

3. Perempuan yang hamil atau menyusui yang ketika berpuasa akan menimbulkan madhorot



 

H. Hal-hal yang Merusak Pahala Ibadah Puasa

Ke-lima hal di atas berdasarkan hadits Nabi saw berikut ini :

 خَمْسٌ يُفْطِرَانِ الصَائِمِ الْكَذِبُ وَالْغِيْبَةُ وَالنَمِيْمَةُ وَالْيَمِيْنُ الْكَاذِبَةُ وَالنَظَرُ بِشَهْوَةٍ

“ Lima perkara yang membatalkan orang yang berpuasa ; dusta, ghibah, adu domba, sumpah palsu dan melihat dengan syahwat “.    

الصِّيَامُ جُنَّةٌ ، فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَجْهَلْ ، وَإِنِ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَمَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّى صَائِمٌ

“Puasa adalah perisai, maka barang siapa sedang berpuasa janganlah berkata keji dan bertindak bodoh, jika seseorang mencela atau mengajaknya bertengkar hendaklah dia mengatakan: aku sedang berpuasa.” (Muttafaq ’alaih)


I.       Balasan Allah bagi yang Berpuasa.

Hadits dari Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda,

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِى وَأَنَا أَجْزِى بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِى لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ. وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ

Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan dia telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku. Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabbnya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi.” (HR. Muslim no. 1151)


Ancaman Allah Bagi yang Tidak Berpuasa Tanpa Alasan Syar'i

Rasulullah SAW bersabda,

مَنْ أَفْطَرَ يَوْمًا مِنْ رَمَضَانَ ، مِنْ غَيْرِ عُذْرٍ وَلاَ مَرَضٍ لَمْ يَقْضِهِ صِيَامُ الدَّهْرِ ، وَإِنْ صَامَهُ

“Barangsiapa berbuka di siang hari bulan Ramadhan tanpa ada udzur (alasan) dan bukan pula karena sakit, maka perbuatan semacam ini tidak bisa digantikan dengan puasa setahun penuh jika dia memang mampu melakukannya”. (HR. Abu Daud no. 2396, Tirmidzi no. 723, Ibnu Majah no. 1672, Ahmad 2/386) 

Wallohua’lam Bishowab…

(Oleh : Yuyu Yuniawati, S.Ag / Penyuluh Agama Islam KUA Kec. Mrebet)


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

MEMAHAMI KEMERDEKAAN SEBAGAI RAHMAT ALLAH SWT

Hidupkan 'Ruh' Ramadhan Demi Meraih Cinta-Nya

Mutiara Romadhon